BAB
I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pentingnya pendidikan
telah ditekankan berulang kali dalam Al-Qur'an dan Hadits. Hadits Nabi Muhammad
SAW juga menekankan nilai pengetahuan. Dalam Al Qur’an dan Hadits dijelaskan
secara eksplisit betapa pentingnya pendidikan itu sehingga dihukumi sebagai
sebuah kewajiban bagi setiap muslim karena dengan pendidikan itulah dapat
mengatarkan seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pendidikan merupakan
bagian terpenting demi kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan
hewan. Hewan juga belajar, tetapi lebih ditentukan oleh instink. Sedangkan bagi
manusia, belajar berarti rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan
yang lebih berarti. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam
kehidupan manusia, namun hal ini menjadi faktor utama dalam pengembangan
potensi jasmaniah atau pun akalnya. Lebih khusus lagi jika pendidikan
dihubungkan dengan pelaksanaan tanggung jawab manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah swt. di muka bumi ini.
Di samping itu,
pendidikan merupakan suatu perbuatan tindakan dan perilaku, namun hal tersebut
tidak bisa dianggap sebagai suatu hal yang mudah, sederhana, dan tidak
memerlukan pemikiran. Karena istilah praktik itu mengandung implikasi tentang
pengembangan teori ke dalam praktik, maka praktik pendidikan itu jelas
garisnya, dasar, amal, dan tujuannya 2 Dengan demikian, pendidikan bukan hanya
sekedar tindakan lahiriyah, suatu perilaku kosong, atau hanya rangkaian gerak
saja karena pendidikan tidak dilaksanakan untuk pendidikan itu sendiri,
melainkan diarahkan pada pencapaian maksud, arah, dan tujuan di masa yang akan
datang.
Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian pendidik?
2. Bagaimana hadis tentang pengajar?
3. Bagaimana etika pengajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Kata pendidik berasal
dari kata didik, artinya memelihara, merawat, dan memberi latihan agar
seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan. Dengan menambahkan
awalan pe hingga menjadi pendidik, yang artinya orang yang mendidik.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya adalah orang yang
mendidik. [1]
Abdul Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah bapak rohani bagi
peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak, dan
meluruskan prilaku yang buruk.[2]
Secara umum dijelaskan juga oleh Maragustam Siregar, yakni orang yang
memberikan ilmu penggetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah.[3] Pendidik
merupakan tokoh yang menjadi panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya,
karna itulah pendidik harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang
mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Dari berbagai pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwasanya pendidik dalam islam adalah orang yang
memiliki tanggung jawab dan mempengaruhi jiwa serta rohani seseorang dari segi
pertumbuhan jasmaniah, pengetahuan, keterampilan, serta aspek spiritual dalam
upaya perkembangan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sesuai dengan
prinsip dan ajaran islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul karimah.
Dalam prespektif Al-Mawardi, pendidik adalah orang yang sadar dengan tingkat kelimuannya. Pendidik yang memiliki kualitas Al-Alim adalah mereka yang menyadari bahwa apa yang ia ketahui jauh lebih sedikit dari apa yang tidak ia ketahui. Orang yang dalam pengetahuannya seperti sedang berenang dilaut yang tidak terlihat daratnya, tidak diketahui lebarnya, dan tidak diketahui berapa lama laut itu ditempuh. Disini Al-Mawardi menekankan pada kesadaran seorang pendidik bahwa setinggi apapun pengetahuannya, pendidik harus menyadari bahwa ilmu yang ia miliki belum seberapa dibanding luasnya ilmuyang belum diketahuinya.
Kesadaran akan luasnya
ilmu dan kadar ilmu yang dimiliki akan membuat pendidik menjadi rendah hati dan
memiliki komitmen yang kuat untuk selalu mengembangkan diri. Pendidik pada
hakikatnya adalah orang yang menjalankan dua aktifitas edukatif sekaligus yaitu
mengajar sekaligus bengajar. Dalam prespektif Al-Mawardi, pendidik merupakan
profesi yang mulia, kemuliaan pengajar dalam prespektifnya berdasarkan pada
beberapa alasan, yaitu :
1. Guru merupakan profesi Nabi
2. Guru adalah pengganti Nabi
3. Guru merupakan ilmuan pewaris Nabi yang
mewarisi ilmu bukan materi, karna dalam prespektif islam ilmu lebih mulia
dibandingkan harta.[4]
B. Hadis Tentang Pengajar
Hadis Rasulullah SAW
tentang pendidik yakni hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَرَّ بِمَجْلِسَيْنِ فِى مَسْجِدِهِ فَقَالَ :« كِلاَهُمَا عَلَى خَيْرٍ وَأَحَدُهُمَا أَفْضَلُ مِنْ صَاحِبِهِ ، أَمَّا هَؤُلاَءِ فَيَدْعُونَ اللَّهَ وَيُرَغِّبُونَ إِلَيْهِ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ ، وَأَمَّا هَؤُلاَءِ فَيَتَعَلَّمُونَ الْفِقْهَ وَالْعِلْمَ وَيُعَلِّمُونَ الْجَاهِلَ فَهُمْ أَفْضَلُ ، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّماً » قَالَ : ثُمَّ جَلَسَ فِيهِمْ.رواه الدارمى
Artinya:“Bahwasanya Abdullah bin Amru bin al‘Ash r.a. berkata, “Pada suatu hari Rasulullah keluar dari salah satu kamar beliau untuk menuju masjid. Dalam masjid tersebut, beliau mendapati dua kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah golongan orang yang sedang membaca Alquran dan berdoa kepada Allah s.w.t.. Sedangkan kelompok kedua adalah golongan orang yang sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetatahuan. Nabi s.a.w. kemudian bersabda: Masingmasing
kelompok samasama
berada dalam kebaikan. Terhadap yang sedang membaca Alquran dan berdoa kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan doa mereka jika ia menghendaki, begitupun sebaliknya, doa mereka tidak akan diterima oleh Allah jika ia tidak berkenan mengabulkan doa tersebut. Adapun terhadap golongan yang belajarmengajar, mereka sedang mempelajari ilmu dan mengajar orang yang belum tahu. Mereka lebih utama. Maka (ketahuilah) sesungguhnya aku ini diutus untuk menjadi seorang pengajar (guru). Kemudian Rasul saw. ikut bergabung bersama mereka.”.
Hadis diatas menjadi penjelas bagi seluruh umat manusia,
bahwa setelah Rasulullah diajarkan kepadanya Al-Qur’an lalu Rasulullah
mengatakan dalam hadisnya yang mengisyaratkan bahwa beliau diutus sebagai
pendidik. Seorang pendidik akan senantiasa menyampaikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya untuk bisa difahami oleh orang lain sehingga ilmu tersebut akan
terus berkembang. Rasulullah menyatakan :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah
dariku, meskipun satu ayat”. (H.R. Bukhari No.3461)
C. Etika Pengajar
Seorang pendidik bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang
dapat menggerakkan peserta didik untuk berprilaku atau beradab sesuai dengan
moral-moral, tata susila, dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat. Dalam
melaksanakan tugas tersebut pendidik harus memiliki etika sesuai dengan ajaran
Nabi SAW, yaitu : ikhlas, bertaqwa, berilmu, dan tabah.[5]
1. Ikhlas
Artinya : Rasulullah Saw bersabda dalam hadisnya yang di
riwayatkan Abu Daud dan Nasai: Sesunggunya Allah yang maha perkasa lagi maha tinggi
tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karenanya dan mencari wajahnya.[6]
Hadis
ini menjelaskan bahwa terterimanya setiap amal di sisi Allah SAW diisyaratkan
adanya keikhlasan. Oleh karena itu setiap pendidik yang menginginkan tugas
mulianya itu diterima disisi Allah, mestilah ia melaksanakan tugasnya dengan
ikhlas. Dan dijelaskan bahwa berpahalanya suatu amal tergantung kepada
keiklasan dalam melakukannya, oleh karena itu seorang yang berprofesi sebagai
pendidik dan guru disamping mendapatkan imbalan materi dunia, janganlah
mengabaikan pahala akhirat yang lebih baik dan abadi disisi Allah dengan
berniat ikhlas dalam melaksanakan profesinya.
2. Taqwa
Artinya : Ahmad, Hakim dan Tirmizi meriwayatkan, dari Anas
meridhoi Allah dari padanya, bahwa Rasulullah Saw bersabda, bertaqwalah engkau
kepada Allah dimana pun engkau berada iringilah perbuatan buruk dengan
perbuatan baik, maka ia akan menghapuskannya, pergaulilah manusia dengan
perilaku yang baik.[7]
Hadis
ini menunjukkan perintah bertakwa itu berlaku dimana saja seseorang berada dan
dalam kondisi apapun, baik ditempat tersembunyi maupun dihadapan orang banyak,
baik urusan rahasia maupun yang terang-terangan, karena hal ini merupakan
tuntutan daripada ikhlas. Ini berlaku bagi setiap orang yang mendapat amanah
mendidik, maka hendaklah seorang betakwa kepada Allah, baik dia sedang
dihadapan muridnya, maupun tidak sedang berhadapan dengan mereka.
3. Berilmu
Artinya : Dari Abi Musa meridoi Allah daripadanya ia berkata, Nabi Saw
bersabda: perumpamaan petunjuk dan ilmu yang di utus Allah atau dengannya,
seperti perumpamaan hujan lebat menyirami bumi, maka sebagian dari bumi itu ada
tanah yang baik, ia menerima air dan lalu menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan dan
rumput yang banyak, dan sebagian daripadanya kurang subur, ia hanya dapat
menyimpan air lalu berguna kepada manusia, sehingga mereka mendapat minum dari
pada dan menyirami tanaman dan pertanian. Dan sebagian yang lain adalah tanah
kerdil, tidak menyimpan air dan tidak menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, maka itulah
perumpamaan orang yang belajar agama Allah, ada yang berguna kepadanya ajaran
yang di utus Allah aku dengannya, dan ada yang berilmu dan mengajarkannya , dan
perumpamaan orang yang tidak punya perhatian sama sekali, ia tidak menerima petunjuk
Allah yang di utus aku dengannya.
Dari
hadis diatas, bila dikaitkan dengan tugas pendidik, maka harus memiliki ilmu
dan selalu berusaha untuk menambahnya dan haruslah mengamalkan ilmunya sehingga
ia menjadi teladan bagi anak didiknya dan menyadari bahwa ilmu adalah jalan
kesurga.
4. Memiliki Ketabahan
Artinya : Dari Aisyah R.A ia berkata, bersabda Rasulullah Saw, sesungguhnya
Allah maha lembut, ia menyukai kelembutan dalam semua urusan.[8]
Tabah
adalah tetap dan kuat hati. Pengertian lain tabah adalah teguh dan tetap hati
untuk meneruskan sesuatu dengan ulet. Maka ketabahan (al hilmi) ialah memiliki
rasa kedekatan dengan orang lain, rendah hati, lemah lembut, dan mudah
berkomunikasi dengannya.
Islam
menganjurkan untuk berperilaku ketabahan dan menumbuhkan kegemaran padanya, hal
ini banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw, menjelaskannya, agar
manusia mengetahui dan secara khusus para pendidik dan dai, bahwa ketabahan itu
adalah sebagian dari keutamaan jiwa yang paling besar, dan akhlak yang dapat
mengangkat manusia kepuncak peradaban dan kesempurnaannya, dan pada tingkat
akhlak yang paling tinggi. Jadi ketabahan itu adalah satu sifat yang paling
mendasar yang dapat membantu keberhasilan para pendidik dalam tugas
pendidikannya dan tanggung jawab pembentukan dan perbaikan anak didiknya, ia
merupakan sifat keseimbangan dan ketabahan.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abdul
Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah
bapak rohani bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu,
pembinaan akhlak, dan meluruskan prilaku yang buruk. Secara umum dijelaskan
juga oleh Maragustam Siregar, yakni orang yang memberikan ilmu penggetahuan,
pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik di lingkungan keluarga, masyarakat
maupun di sekolah.
Pendidik
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri, dan disiplin. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwasanya pendidik dalam islam adalah orang yang memiliki tanggung jawab dan
mempengaruhi jiwa serta rohani seseorang dari segi pertumbuhan jasmaniah,
pengetahuan, keterampilan, serta aspek spiritual dalam upaya perkembangan
seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sesuai dengan prinsip dan ajaran
islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul karimah.
Seorang pendidik
bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta
didik untuk berprilaku atau beradab sesuai dengan moral-moral, tata susila, dan
sopan santun yang berlaku dalam masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut
pendidik harus memiliki etika sesuai dengan ajaran Nabi SAW, yaitu : ikhlas,
bertaqwa, berilmu, dan tabah.
B. Saran
Setelah
membaca, dan memahami makalah ini di harapkan seluruh pembaca dapat
mengaplikasikan ilmu yang di dapat dari makalah ini. Tentunya makalah ini jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, kami selaku penyusun makalah ini memerlukan
kritik dan saran yang membangun guna kebaikan makalah yang kami susun
berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), cet. 2
Al-Mawardi dan
Ghozali, Guru dan Murid (Banjarmasin, Antasari Press, 2008)
Dra. Hj. Tatta Herawati Daulae, M.A, Etika Guru
Dalam Prespektif Hadis (Medan, journal pendidikan) vol. 5
Maragustam, Filsafat
Pendidikan Islam.(Yogyakarta: Sunan Kalijaga, 2010)
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis
Tarbawi, Membangun Kerangka pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah (Jakarta:
Kalam Mulia, 2011)
Hadis riwayat Abu Dawud dan An-Nasai
Hadis riwayat Bukhari Muslim
Hadis riwayat Ahmad Hakim dan Tirmidzi
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
[1]
W.J.S. Poerwadarinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991).
[2] Abdul
Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008)
[3]
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam.(Yogyakarta: Sunan Kalijaga, 2010)
[4]
Al-Mawardi dan Ghozali, Guru dan Murid (Banjarmasin, Antasari Press,
2008)
[5] H.
Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan/Hadis Tarbawi, Membangun Kerangka
pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah (Jakarta: Kalam Mulia, 2011)
[6] Hadis
Riwayat Abu Daud dan Annasai
[7] Hadis
Riwayat Ahmad, Hakim dan Attirmiz
[8] Hadis
Riwayat Bukhori dan Muslim
0 Komentar